Tuesday, October 16, 2018

RESUME BUKU MENYEMAI BENIH TEKNOLOGI PENDIDIKAN

MENYEMAI BENIH TEKNOLOGI PENDIDIKAN


Penulis: Prof. Dr. Yusuf Hadi Miarso, M.Sc

 

BAB I

PENGEMBANGAN TENAGA PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Banyak berbagai macam formulasi mengenai definisi teknologi pendidikan. Salah satu definisi teknologi pendidikan yang dijelaskan didalam buku “menyemai benih teknologi pendidikan” bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan pengembangan secara sistematis berbagai macam sumber belajar, termasuk didalamnya pengelola dan penggunaan sumber tersebut. Pada umumnya, teknologi pendidikan dianggap memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, lebih memantapkan pengajaran, memungkinkan belajar secara seketika, dan memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas terutama adanya media massa. Teknologi pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu pertama sebagai fungsi pengembangan dari teori, rancangan, produksi, evaluasi-seleksi, logistik, pemanfaatan dan penyebaran. Kedua sebagai fungsi pengelolaan dari organisasi dan personal.
Ada beberapa konsep dasar dan asumsi yang terdapat didalam teknologi pendidikan antara lain : (1) Kegiatan pendidikan pada hakikatnya memberikan perubahan pada diri pribadi anak didik, (2) Proses pendidikan berlangsung seumur hidup (education along life), (3) Pendidiakn dapat berlangsung kapan dan dimana saja, (4) Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri (independent) dan efektif dengan dilakukannya pengawasan dan penilikan berkala, (5) Pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik didalam kelompok yang homogeny, heterogen, ataupun individu, (6) Belajar dapat diperoleh dari siapa dan apa saja, baik yang sengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya.
Menurut Dr. Daoed Joesoef karakteristik penerapan teknologi pendidikan dibagi menjadi dua yaitu karakteristik yang tampak dan karaketristik yang tidak tampak. Karakteristik yang tampak dalam penerapan teknologi pendidikan berupa: adanya sumber belajar yang dipakai anak didik untuk belajar dan adanya berbagai bentuk pola belajar mengajar serta berbagai bentuk lembaga pendidikan. Sedangkan karakteristik yang tidak tampak berupa proses pengembangan sumber belajar dan pengembangan sistem pembelajaran.
Kompetensi tenaga ahli bidang teknologi pendidikan perlu menguasai empat tugas dan fungsi anatara lain meliputi : (1) Untuk pengembangan program pembelajaran terutama dalam perencanaan model atau pola /media untuk kegiatan pembelajaran, (2) Untuk pengembangan produk terutama dalam bidang rancangan paket-paket belajar, produksi paket dan teknik pemanfaatan paket belajar, (3) Untuk pengelolaan media dan alat terutama bidang logistik, evaluasi dan seleksi, (4) Untuk guru/tenaga pendidik, terutama dalam bidang teori dan aplikasi, pemanfaatan media, teknik pembelajaran serta penyebaran informasi dan produk teknologi pendidikan.
Secara pendekatan teoritis, kawasan teknologi pendidikan dapat dianalisis berdasarkan fungsi dan bidang tugas kompetensi seperti tabel dibawah ini :
Secara umum, kompetensi profesi teknologi pendidikan dapat dikelompokan meliputi (1) Kemampuan memahami landasan teori dan aplikasi teknologi pendidikan, (2) Kemampuan merancang pola pembelajaran, (3) Kemampuan produksi media pendidikan, (4) Kemampuan evaluasi program dan produk pembelajaran, (5) Kemampuan mengelola media dan sarana belajar, (6) Kemampuan memanfaatkan media pendidikan dan teknik pembelajaran, (7) Kemampuan menyebarkan informasi dan produk teknologi pendidikan, (8) Kemampuan mengelola lembaga sumber belajar.
Teknologi pendidikan juga diperlukan dalam pengembangan sumber daya manusia, khususnya yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Prosedur pendidikan dan latihan sumber daya manusia (PLSDM) dalam garis besarnya meliputi kegiatan identifikasi kebutuhan, identifikasi kondisi, perumusan tujuan, pengembangan jadwal dan materi pendidikan, pelaksanaan pendidikan, evaluasi dan umpan balik.
Tenaga profesi teknologi pendidikan mempunyai tanggung jawab kepada peserta didik sebagai perorangan, kepada masyarakat, kepada rekan seprofesi, dan profesi lain yang berkaitan. Secara de facto, tugas pokok tenaga profesi teknologi pendidikan meliputi : (1) Pengembangan bidang studi dan kawasan teknologi pendidikan, (2) perancangan sistem pembelajaran, (3) Produksi media pendidikan, (4) Penyediaan sarana dan prasarana belajar, (5) Pemilihan dan penilaian komponen sistem pembelajaran, (6) Penerapan/pemanfaatan sumber daya manusia, (7) Penyebaran konsep dan temuan teknologi pendidikan, (8) Pengelolaan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya belajar, (9) Perumusan bahan bijakan teknologi pendidikan. Sedangkan secara de jure profesi teknologi pendidikan telah mengabdikan dirinya sebagai pengelola, perencana, pengembang, penilai dan pengguna sistem dan komponen pembelajaran didepartemen/lembaga Negara, angkatan bersenjata, perguruan tinggi, lembaga diklat, lembaga media, berwirausaha dalam pelatihan serta berwirausaha dalam produksi media dan sarana pendidikan.
Setiap profesi paling sedikit harus memenuhi empat syarat antara lain : (1) pendidikan dan pelatihan yang memadai, (2) adanya komitmen terhadap tugan profesionalnya, (3) adanya usaha mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, dan (4) adanya standar etik yang harus dipatuhi. Mereka yang berprofesi/bergerak dalam bidang teknologi pendidikan, harus memiliki komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan mengembangkan dan menggunakan berbagai sumber belajar dengan karakteristik masing-masing pembelajar (learners) serta perkembangan lingkungan. Oleh karena itu para teknologi pendidikan harus selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
IPTPI merupakan suatu organisasi profesi yang berasaskan Pancasila dan bertujuan menghimpun sumber daya untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi pengembangan teknologi pendidikan sebagai suatu teori, lapangan, dan profesi di tanah air bagi kemanfaatan kemajuan bangsa Indonesia. Program pendidikan profesi teknologi pendidikan yang dimulai sejak 1976 terus mengalami perkembangan, baik lembaga penyelenggaranya maupun peserta dan lulusannya. Mereka dituntut untuk bersikap proaktif dalam mewujudkan visi dan misi teknologi pendidikan sebagai suatu disipilin ilmu.


BAB II
PENGEMBANGAN KONSEPTUAL TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Ditinjau berdasarkan falsafah ilmu, ilmu pengetahuam memiliki tiga komponen sebagai penyanggah tubuh pengetahuan antara lain: (1) ontologi (apa) merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut, (2) epistemologi (bagaimana) merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan, (3) aksiologi (untuk apa) merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Menurut Saettler dalam teknologi pendidikan dengan rumusan prinsip-prinsip antara lain: (1) aktivitas diri; (2) minat/motivasi; (3) kesiapan mental; (4) individualisme; (5) sosialisasi. Untuk melaksanakan prinsip-prinsio tersebut, guru harus mengendalikan kegiatan belajar anak didalam kelas kearah yang dikehendaki, namun dengan tetap memperhatikan minat dan respon anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu perlu disesuaikan dengan kesiapan mental anak, dan kecuali itu berbedaan individual perlu diperhatikan dengan jalan merancang dan mengatur situasi sedemian rupa dengan menggunakan media, agar terjadi hubungan antara apa yang sudah diketahui anak dengan hal baru.
Berdasarkan landasan ontologi teknologi pendidikan, yaitu: adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, cara-cara tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung; perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual, maupun secara faktual; dan perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
Berdasarkan landasan epistimologi teknologi pendidikan, yaitu  keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan; unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara sistemik; dan penggabungan kedalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.
Sedangkan berdasarkan landasan aksiologis teknologi pendidikan yaitu “teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus-menerus karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar; meningkatkan mutu pendidikan; penyempurnaan sistem pendidikan; peningkatan partisipasi masyarakat; dan penyempurnaan pelaksanaan interaksi.
 


 
Awal perkembangan teknologi pendidikan dapat dikatakan telah ada sejak awal peradaban, di mana orang tua mendidik anaknya dengan cara memberikan pengalaman langsung serta dengan memanfaatkan lingkungan. Kalau kita simak gambaran perkembangan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa mayoritas para tenaga kependidikan dan pembelajaran masih ada dalam lingkaran kecil yaitu peragaan ajaran atau lingkaran berikutnya media pembelajaran. Mereka belum menyadari bahwa tuntutan perkembangan zaman sekarang sudah pada lingkaran teknologi kinerja dan teknologi pembelajaran.
Pada hakikatnya teknologi pembelajaran adalah suatu disipilin yang berkepentingan dengan pemecahan masalah belajar dengan berlandaskan pada serangkaian prinsip dan menggunakan berbagai macam pendekatan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam teknologi pendidikan yaitu:
1.      Pendekatan isomeristik, yaitu menggabungkan berbagai kajian/bidang keilmuan (psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, rekayasa teknik dan lain-lain) kedalam suatu kebulatan tersendiri.
2.      Pendekatan sistematik, yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha pemecahan persoalan.
3.      pendekatan sinergistik, yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruhan kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri.
4.      Sismetik, yaitu pengkajian secara menyeluruh (komprehensif).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, teknologi pembelajaran tidak hanya berkepentingan dengan masalah belajar pada persekolahan atau lembaga pendidikan dan pelatihan, melainkan juga masalah belajar pada organisasi termasuk keluarga, masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah. Semua bentuk teknologi termasuk teknologi pendidikan, merupakan sistem yang diciptakan oleh manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya yaitu mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada.
Definisi teknologi pendidikan adalah kajian dan praktis etis dalam memfasilitasi belajar dengan menciptakan, menggunakan dan mengelola proses dan sumber teknologikal tepat guna). Definisi tersebut dapat dilihat gambar di bawah ini :


 


Dalam definisi tersebut terkandung pengertian adanya empat komponen dalam teknologi pendidikan yaitu : (1) kajian dan praktik etis, (2) Mencipta, menggunakan dan mengelola, (3) proses dan sumber teknologikal tepat guna, (4) Memfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja.
Teknologi saat ini sangat mempengaruhi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Namun hendaknya dicatat bahwa kebutuhan akan belajar dan kondisilah yang akan menentukan teknologi apa yang akan digunakan, jadi bukan teknologi yang mendikte kita supaya digunakan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi penggunaannya.  
            Setiap bidang kajian hanya dapat berkembang jika didukung oleh pengkajian ilmiah yang dilakukan secara terus-menerus. Pengkajian ilmiah dalam teknologi pendidikan tidak terlepas dari : (1) filsafat dan landasan ilmiah yang menunjang keberadaan dan perkembangannya, (2) unsur-unsur dasar yang membentuknya, dan (3) arah perkembangan serta kegunaannya. Falsafat teknologi pendidikan yaitu “agar setiap orang memperoleh kesempatan belajar, baik sendiri maupun dalam ikatan organisasi, seoptimal mungkin melalui pendekatan yang sistematis dan sistemik atas proses, sumber dan sistem belajar sedemikan rupa agar tercipta efisiensi, efektivitas, dan keselarasan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya masyarakat belajar”.
Teknologi pendidikan hanya dapat diakui sebagai suatu disiplin keilmuan apabila memberikan kemungkinan untuk dilakukannya berbagai macam penelitian yang diselenggarakan dengan pendekatan yang bervariasi sesuai dengan perkembangan paradigma penelitian. Hasil penelitian tersebut akan menunjang dan memperkukuh teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin keilmuan yang tidak bebas nilai.
Para calon teknolog pendidikan hendaknya berusaha mencari kebenaran ilmiah dengan tidak terpaku pada tabir positivis. Hendaknya pertimbangan rasionalis tidak dijadikan satu-satunya pertimbangan dalam mencari kebenaran ilmiah, namun juga digunakan pertimbangan idealis, realis, konstruktivis dan humanis. Adapun para teknolog yang telah berkarya hendaknya selalu bersikap  terbuka dan terus belajar mengikuti perkembangan mengenai hakikat otologis teknologi pembelajaran dan pendekatan epistemologisnya untuk mengungkapkan kebenaran.



BAB III
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Model teknologi pendidikan merupakan model pendidikan konpensatoris bagi anak-anak yang mengalami hambatan sosial-ekonomi dan geografis-demografis, agar dengan sumber yang berbeda dapat mencapai tujuan pemerataan kesempatan pendidiakn yang sama dengan anak-anak yang tidak mengalami hambatan. Model ini mengandung aspek kuantitatif, kualitatif dan keserasian yang terjalin jadi satu. Model ini dapat ditunjukkan dengan unsur-unsur yang membentuknya sebagai berikut:
1.      Sumber belajar sebagai produk yang memungkinkan terjadinya tindak belajar.
2.      Proses belajar mengajar berlangsung dengan memerhatikan kondisi dan kebutuhan anak didik.
3.      Struktur organisasi lembaga pendidikan mengalami perubahan, dimana tumbuh pola instruksional yang bervariasi, berbagai bentuk lembaga pendidikan, dan tingkat pengambilan keputusan dalam proses instruksional.
4.      Kewenangan dan tanggung jawab guru kelas mengalami perkembangan, karena adanya tim pembelajaran yang memilih dan menyusun bahan belajar.
5.      Fungsi pengembangan dilaksanakan dengan sistemik untuk menghasilkan sumber belajar serta untuk berlangsungnya sistem instruksional yang efektif.
6.      Pengelolaan model ini dilakukan secara luwes dengan berorientasikan tujuan.
Kelembagaan iptek dalam pembangunan, dalam hal ini teknologi pendidikan dalam pembangunan pendidikan, telah berlangsung secara konseptual maupun operasional, meskipun dalam skala yang masih terbatas. Usaha kelembagaan itu berlangsung dalam waktu yang relaif lama, adapun beberapa indikator hasil pelembagaan itu seperti adanya peningkatan produktivitas sistem pendidikan sekolah seperti bertambahnya lulusan SMP melalui SMPT dan perguruan tinggi melalui UT, adanya efektivitas program teknologi pendidikan seperti besarnya lulusan SMPT tidak berbeda dengan SMP reguler, dan adanya efisiensi program dengan menerapkan konsep teknologi pendidikan SMPT hanya diperlukan dana 60% dari dana sekolah reguler, dengan hasil yang tidak berbeda.
Teknologi telah menjadi bagian integral dari tiap kehidupan masyarakat. Dalam bidang pendidikan dan pelatihan pula teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat baik disadari maupun tidak. Dalam bidang pendidikan atau pembelajaran, teknologi juga memenuhi tiga unsur tersebut : proses, produk dan sistem.
Pendidikan dan pelatihan dapat dibedakan dengan karakteristik sebaga berikut:

Pendidikan
Pelatihan
·   Waktu relatif lama
·   Pengakuan dengan ijazah/diploma
·   Kurikulum standar untuk keperluan mendatang (just-in-case = JIC)
·   Ditujukan bagi mereka yang akan memasuki lingkungan pekerjaan
·   Program regular dengan pengajar tetap
·   Waktu relatif singkat
·   Pengakuan dengan sertifikat
·   Kurikulum fleksibel sesuai dengan keperluan sekarang (Just-in-time = JIT)
·   Ditujukan bagi mereka yang ada/sudah dalam lingkungan kerja
·   Program tidak regular dan pengajar tidak tetap

Meskipun kedua pendidikan dan pelatihan dapat dibedakan karakteristiknya, namun kegiatannya dapat disatukan dalam lembaga penyelenggara sebagai lembaga Diklat Kedinasan atau Aparatur. Fungsi lembaga penyelenggara ini seharusnya merupakan agen pembaharu. Lembaga ini perlu memahami perubahan dalam lingkungan strategis, dan kemudian mampu menganalisis dampak perubahan itu dalam lingkungan organisasinya. Setelah itu mempersiapkan dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang sesuai hasil analisisnya.
Kondisi Negara Indonesia yang unik, serta perubahan besar yang terjadi dalam lingkungan global mengharuskan kita untuk mengembangkan sistem pendidikan yang lebih terbuka, luwes dan dapat diakses oleh siapa saja. Sistem pendidikan tersebut berfungsi meningkatkan mutu pendidikan secara merata, meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan dan meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Sistem pendidikan tersebut yaitu sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh, yang merupakan substansi dari sistem pendidikan nasional.
Sistem pendidikan terbuka memungkinkan perolehan pendidikan yang sesuai hakikat manusia, yaitu meliputi diantaranya minat, kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Landasan epistemologis pendidikan terbuka atau jawaban tentang bagaimana sistem pendidikan ini dapat diselenggarkan, yaitu dengan memperdayakan lembaga masyarakat, termasuk keluarga untuk mengembangkan, memilih atau memperoleh pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka dengan mendayagunakan sumber yang tersedia secara optimal.
Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh dirancang untuk melayani peserta didik/warga belajar dalam jumlah yang besar dengan latar belakang pendidikan, usia, dan motivasi yang beragam, bertempat tinggal dalam wilayah yang tersebar luas, dan mempunyai waktu yang terbatas untuk melakukan komunikasi tatap muka. Untuk mengatasi batasan jarak, tempat dan waktu untuk melaksanakan proses pembelajaran, sistem pendidikan yang secara khusus diberdayakan untuk keperluan itu. Bilamana kondisi dan fasilitas memungkinkan, maka penyelenggaraan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh ini didukung dengan sistem operasional yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi.
Pada sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh ada empat komponen sistem operasional yang berbeda baik dalam penyelenggaraan maupun fungsinya dibandingkan dengan sistem pendidikan tatap muka yaitu (1) pengelolaan peserta didik/warga belajar; (2) sumber belajar, (3) dukungan pelayanan (support services); dan (4) penilaian hasil dan dampak pendidikan.Sesuai dengan karakteristiknya sebagai pendidikan yang bertumpu pada prinsip pendidikan sepanjang hayat, kebebasan, kesesuaian, mobilitas dan efisien, sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh dirancang dengan pendekatan berbeda dari sistem pendidikan tatap muka. Adapun komponen pengembangan yang perlu mendapatkan perhatian khusus mencakup : (1) visi, misi dan tujuan; (2) bentuk, modus dan cakupan program; (3) sistem penyelenggaraan; dan (4) manajemen mutu dan kareditasi.

 



BAB IV
PERSPEKTIF TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

   Pusat Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) baru didirikan pada tahun 1979, setelah enam tahun sebelumnya berstatus Satuan Tugas Penyelenggara Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan (Satgas TKPK).  Pusat ini pada 1982 mendapat bantuan proyek dari USAID yang antara lain digunakan untuk melengkapi fasilitas produksi sebagai piranti lunak media elektronik (rekaman audio, film dan televisi) dengan standar siaran. Sebenarnya sebelumnya juga sudah ada fasilitas produksi tetapi belum memenuhi standar siaran yang sesuai yang diharapkan. Kerjasama yang dilakukan dan dibentuk oleh Balai Produksi Media Televisi (BPMT) dengan Fakultas Teknik Elektro Institut Teknologi 10 November  yang berkedudukan di Surabaya.
Sebelum BPMT diresmikan, Satgas telah melakukan persiapan pembuatan program televisi, dengan menyelenggarakan serangkaian latihan dan uji coba produksi dengan peralatan sederhana dengan sebagian besar  merupakan hibah dari pemerintah Jepang. Persiapan yang dilakukan itu sangat bermanfaat untuk pengembangan program televisi selanjutnya.
Seri program video Bina Bakat diproduksi sebagau percobaan untuk dapat dimanfaatkan di sekolah sebagaibagian dari program bimbingan karir. Dengan adanya bantuan dana dari UNICEF untuk pembuatan prototip program pendidikan untuk anak-anak dengan menggabungkan unsur edukatif dan hiburan. Keberhasilan pembuatan prototif inilah yang kemudian memicu usaha untuk pengembangan serial televisi pendidikan.
Pada 1982 setelah persiapan perlengkapan studio yang professional dimiliki oleh Pustekom, telah tersedia tenaga yang terampil dalam memproduksi program televisi dan telah berhasil dikembangkan prototip serial televisi pendidikan. Persiapan ini juga mendapat dukungan kebijakan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan menteri Penerangan yang sehaluan. Adapun persiapan menyeluruh itu meliputi: (1) menjalin kerjasama dengan sesama unit yang terkait seperti TVRI, PPFN, Badan Sensor Film, LKJ (Lembaga Kesenian Jakarta), lembaga perfilman (Interstudio), dan para insane perfilman; (2) mengusahakan anggaran untuk produksi dan penyiaran baik dari anggaran pembangunan maupun dari bantuan luar Negeri; (3) menjajaki kemungkinan tema siaran yang dapat dimanfaatkan secara luas.
Persiapan ini melibatkan tokoh-tokoh seperti Tati Maliati, Sumardjono, Peransi, Didi Petet (keempatnya dari LKJ), Arswendo Atmowiloto, Joko Lelono, H. Elsya Surya, Satmowi, Ratna Fahmi, dan tim Psikolog dari UI. Pertemuan tersebut menyepakati antara lain yaitu:
  1. Tema serial pendidikan watak atau karakter untuk anak-anak usia SLTP/SMP
  2. Judul serial ACI (Aku Cinta Indonesia)
  3. Diproduksi 52 episode untuk dapat ditayangkan seminggu sekali selama setahun penuh, dengan durasi 25-28 menit tiap episode.
  4. Benang merah yang menjalin semua episode meliputi berbagai aspek karakter, meliputi kerjasama, kegigihan, kesetiakawanan, sportivitas, kejujuran dan sebagainya.
  5.  Diusahakan jingle tetap yang mewakili setiap episode
  6. Dicarikan pemeran yang memenuhi syarat dengan perwatakan tertentu
  7. Lokasi sekolah dipilih di lingkungan kota kecil yang diberi nama kota kita
  8. Ditargetkan agar tayangan dapat dimulai pada awal tahun anggaran 1984/1985
  9. Perlu diadakan uji coba program, baik untuk para siswa maupun untuk para pengambil kebijakan yang terkait.
Penggarapan dan penyiaran mengalami kenaikan dan kemunduran, pada episode pertama mengalami keberhasilan yang sangat baik. Akan tetapi, dengan adanya perjalanan yang sangat mengalami banyak rintangan dan tantangan dari beberapa aspek banyak pelajaran yang dapat kita ambil diantaranya yaitu pertama, pembuatan suatu program serial harus ditangani oleh suatu tim tetap yang kompak. Kedua, para pemain dan lokasi perlu diikat dengan kontrak dengan meminimalkan adanya perubahan. Ketiga, perencanaan serial perlu dilakukan secara matang dan mendapat dukungan yang mantap dari pengambil kebijakan sehingga tidak dilakukan perubahan pada saat pelaksanaan rencana. Semua karena kurangnya dukungan dan komitmen serial ACI sebagai serial televisi pendidikan yang pertama dan berakhir.
Sebagai langkah awal, pada tahun pertama REPELITA I diidentifikasikan tenaga inti yang akan diserahi tanggung jawab untuk mewujudkan rencana penggunaan media komunikasi massa untuk pendidikan. Salah satunya dengan adanya pengembangan personel dan kelembagaan yang difokuskan terlebih dahulu dengan mengirimkan tiga orang inti (IKIP Malang, Yogyakarta dan Bandung) untuk mengikuti kuliah di Australia selama setahun untuk mempelajari seluk beluk perencanaan dan pembangunan pendidikan yang memanfaatkan media radio dan televisi. Perhatian kemudian dipusatkan pada pendidikan dengan menggunakan media radio.
Pengkajian pertama dilakukan pada saat persiapan REPELITA (1968) oleh tim bantuan UNESCO. Studi pertama melihat pendidikan secara keseluruhan dan mengidentifikasikan peranan media komunikasi massa untuk pembangunan pendidikan. Pengkajian yang dilakukan dengan bantuan tim UNESCO itu kemudian disusul dengan sejumlah pengkajian lain, diantaranya meliputi pengkajian yang dilakukan oleh Yusuf Hadi Miarso (1970, 1971, 1974), Dean Jamison (1972), Iskandar Ali Syahbana (1972), Alwi Dahlan (1972), Lembaga Management FE-UI (1972), IKIP Jakarta da IKIPYogyakarta (1972).
Muncul beberapa butir hasil pengkajian tim ini yang kemudian dijadikan pedoman kebijakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, adalah sebagai berikut:
1.      Rencana harus dikembangkan dari analisis kebutuhan dan tujuan pembangunan pendidikan, dengan mencari jalan pemecahan melalui teknologi komunikasi yang sifatnya massa;
2.      Pengembangan pendidikan harus diprioritaskan pada pemerataan mutu dan kesempatan pelayanan pendidikan;
3.      Usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan harus dimulai dari titik pangkal strategis yaitu tenaga pengajar;
4.      Harus diusahakan pendekatan yang integratif;
5.      Pola dan system yang dikembangkan harus bersifat luwes, sehingga memungkinkan keterlibatan jumlah sasaran secara maksimal, perluasan pelayanan, dan penyebaran kegiatan;
6.      Output kegiatan harus tidak sekadar berupa tambahan, melainkan sesuatu yang inovatif dalam menunjang system penyajian yang efektif.
           Pendidikan dan pengajaran dalam hal ini yang dikaji seperti yaitu terbuka atau terikat, produksi sendiri atau Impor,  sponsor atau iklan, pendidikan Umum atau kejuruan, perintisan, penahapan, atau serentak. Strategi penggunaan media komunikasi untuk pendidikan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu terbuka, terarah, terpimpin dan terikat. Siaran terbuka adalah yang tidak berurutan penyajiannya, bersifat mana suka untuk mengikutinya. Strategi terikat adalah yang penyajiannya beruruta dengan jadwal yag ketat, bersifat wajib untuk mengikutinya dan ada sanksi tertentu jika tidak mengikutinya serta merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan yang ada. Strategi terarah dan terpimpin ada diantara kedua strategi terbuka dan terikat. Strategi terarah jadwalnya lebih sering dibandingkan dengan strategi terbuka serta disajikan secara berkesinambungan. Dalam strategi terpimpin kendali untuk menggunakan siaran lebih ketat dari strategi terarah, karena diisyaratkan adanya kelompok pemirsa yang aktif mengikutinya serta selalu dilakukan kegiatan lanjutan sesudah penyajian program siaran.
Program televisi untuk pendidikan terdapat kelebihan dan kekurangan didalam lingkup pendidikan formal bahwa media komunikasi massa sebagai media pendidikan tidak akan mungkin menggantikan guru. Peranan guru bersifat mekanistis, seperti penyampaian pengetahuan dan informasi secara faktual. Dapat di simpulkan bahwa pendidikan yang dilakukan secara langsung akan berbeda dengan pendidikan secara tidak langsung atau dengan media televisi karena pendidikan ini akan berkesan sangat berbeda dan perjalanan yang sangat unik. Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan penggunaan media televisi  bagi pendidikan antara lain:
1.      Evektivitas pedagogis, maksudnya adalah media ini harus sebagai sarana dari proses belajar mengajar yang dikelola guru.
2.      Skala penggunaan, hal ini berkaitan dengan untuk mengejar tuntutan ekonomis.
3.      Kesesuaian waktu, hal ini tidak dapat ditentukan sesuai dengan ketentuan pasti di televisi yang diterapkan pada semua lembaga sekolah. Karena setiap keadaan, situasi dan kondisi setiap daerah berbeda-beda sesuai yang dialami tersebut.
Kesesuaian dan kualitas sangat diperlukan dalam mengembangkan kreativitas melalui media televisi untuk pendidikan. Guru kelas yang baik akan menyesuaikan kegiatan intruksionalnya dengan karakteristik siswa serta dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Perlu adanya perencanaan da pengelolaan yang baik dengan studi kelayakan terlebih dahulu. Untuk melaksanakan dan mengelola kegiatan, perlu tersedianya tenaga terlatih, terampil dan pembiayaan.
Dalam pengembangan televisi pendidikan Indonesia untuk pendidikan luar sekolah, banyak acara televisi yang harus diamati, diterima, didukung dan dimanfaatkan tetapi harus diteliti secara serius dan secara komprehensif. Kalau kita kaji secara menyeluruh kegiatan pengembangan televisi pendidikan meliput : (1) pengembangan organisasi; (2) pengembangan ketenagaan; (3) pengembangan prasarana; (4) penjabaran misi; (5) pengkajian kebutuhan; (6) perancangan program; (7) produksi dan pengadaan paket siaran, logistik, (7) siaran/penyebaran (8) evaluasi.
Dalam dunia pendidikan, sekarang ini perkembangan teknologi sangat berkembang secara pesat dengan perkembangan yang sangat cepat, misalnya perkembangan kebutuhan industri media massa, khususnya media elektronik berupa piranti lunak. Selain itu peran media massa juga dalam menunjang pelaksanaan dan pengembangan bahas isyarat Indoensia bagi para Tunarungu.
Komponen yang ada pada sistem televisi pendidikan sebagai berikut; khalayak sasaran, program, produksi dan pengadaan bahan siaran, penyiaran dan penyebaran, pemanfaatan, organisasi penyelenggara, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, dana, penelitian dan penilaian.
Pengadaan dan penayangan program televisi yang berisikan pendidikan keterampilan teknologi, juga dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Namun hal ini juga memilik dampak televisi bagi pendidikan yaitu sejak maraknya perkembangan televisi, banyak kritik dan tuduhan yang dilemparkan kepada para penyelenggara siaran, bahwa isi siarannya bertentangan dengan nilai moral dan budaya karena menyebabkan terjadinya incidental learning negatif.
Berbagai kajian teoritik maupun empirik menunjukan kegunaan media dalam pembelajaran sebagai berikut :
1.      Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak kita, sehingga otak kita bisa berfungsi secara maksimal;
2.      Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para mahasiswa;
3.      Media dapat melampui batas ruang kelas;
4.      Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara mahasiswa dan lingkungannya;
5.      Media menghasilkan keseragaman pengamatan;
6.      Media membagkitakan keinginan dan minat baru;
7.      Media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar;
8.      Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh untuk belajar;
9.      Media memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar mandiri;
10.  Media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru;
11.  Media mampu meningkatkan efek sosialisasi.
  

BAB V
PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN

Hampir dapat dipastikan Indonesia sebagian besar memiliki satelit domestik untuk telekomunikasi pada tahun 1976. Indonesia merupakan Negara berkembang pertama yang memiliki satelit dan Negara kedua setelah Kanada yang telah menggunakan satelit domestik yang dikenal dengan “ANIK”. Perkembangan teknologi komunikasi ini membuka membuka kemungkinan yang luas untuk dapat dimanfaatkan alam bidang pendidikan. Satelit komunikasi domestik ini mampu untuk memberikan jasa penyiaran dan jasa telekomunikasi. Penggunaan dan pemanfaatan jasa-jasa ini perlu dijabarkan dan disusun dalam suatu pola sistem (system design).
Setelah perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia, teknologi sudah menjadi kebudayaan di negara Indonesia ini. Bahwa sejak PELITA I hingga IV telah banyak diberikan perhatian akan pengembangan dan pemanfaatan teknologi komunikasi untuk pengembangan pendidikan dan kebudayaan. Namun, dengan kondisi yang seperti ini, bahwa tuntunan dalam pendidikan yang lebih bermutu dan lebih bersedia (accessable) semakin meningkat, diperlukan perhatian dan penanganan yang lebih besar lagi.
Indonesia sebagai Negara yang penduduknya semakin berkembang dan bertambah dan berbagai tantangan dan rintangan yang dihadapi. Pada Negara maju, proses kemajuan itu berlangsung secara bertahap dan dalam waktu yang relatif lama serta serentak diikuti dengan tumbuhnya pranata-pranata yang diperlukan. Sedangkan pada Negara yang berkembang proses itu berlangsung secara seketika sebelum tatanannya selesai dipersiapkan atau dibenahi dan sebelum sumber daya manusianya mampu menerima dan menyesuaikan diri. Dalam hal ini, sumber daya manusia sangatlah penting dalam mewujudkan modal dasar pembangunan yang akan dilakukan. Pengembangan kualitas ini mengandung dua sisi yaitu;
Pertama, kualitas hidupnya sebagai manusia yang tercukupi, Kedua,kualitasnya sebagai modal untuk melaksanakan pembangunan yang memenuhi persyaratan kebutuhan. Pendidikan untuk pengembangan kualitas manusia meliputi segala aspek perkembangan manusia dalam harkatnya sebagai makhluk yang berakal budi, sebagai pribadi, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga negara. Sehingga pendidikan yang paripurna akan meliputi usaha pengembangan jasmani dan rohani, kepribadian, kemasyarakatan, kebangsaan, kekayaan atau sebagai peningkatan kualitas fisik dan non fisik, yang meliputi kualitas pribadi, kualitas hubungan dengan pihak lain dan kualitas kekayaan.
Dalam konsep teknologi pendidikan, dibedakan istilah pembelajaran (intruction) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran disebut juga kegiatan pembelajaran atau intruksional, yaitu usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Adapun pengajaran adalah usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik yang biasanya berlangsung dalam situasi resmi/formal.
Strategi pembelajaran suatu pendekatan penyeluruh oleh Romiszowski (1981) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekspositori (penjelasan) dan discovery (penemuan). Strategi  ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan informasi menjelaskan proses belajar seperti (1) pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan memberikan contoh; (2) terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan; (3) pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingan yang khusus; (4) terbentuknya tindakan pada diri pembelajar yang merupakan hasilpengolahan prinsip/dalil dalam situasi yang sebenarnya. Penerapan strategi ekspositori ini berlangsung sebagai : (1) informasi disajikan kepada pembelajar; (2) diberikan tes penguasaan serta penyajian ulang jika dipandang perlu; (3) diberikan kesempatan penerapan dalam bentuk contoh dan soal dengan jumlah dan tingkat kesulitan yang bertabah; (4) diberikan kesempatan penerapan informasi baru dalam situasi dan masalah yang sebenarnya.
Sedangan strategi discovery didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau disebut juga teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning). Pada garis besarnya proses belajar menurut teori ini berlangsung sebagai : (1) pembelajar bertindak dalam suatu peristwa khusus; (2) timbul pemahaman pada diri pembelajar atas peristiwa khusus tersebut; (3) pembelajar menggeneralisasikan pristiwa khusus itu menjadi suau prinsip umum; (4) tebentuknya tindakan pembelajar yang sesuai dengan prinsip itu dalam situasi atau peristia baru. Penerapan strategi discovery ini berlangsung dengan langkah-langkah seperti: (1) diberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berbuat dan mengamati akibat suatu tindakan; (2) diberikan tes pemahaman tentang adanya hubungan sebab-akibat serta diberikan kesempatan ulang untuk berbuat bilamana dipandang perlu; (3) diusakan terbentuknya prinsip umum dengan latihan pendalaman dan pengamatan tindakan lebih banyak; (4) diberikan kesempatan untuk penerapan informasi yag baru dipelajari dalam situasi yang sebenarnya. Strategi ekspository erat sekali kaitannya dengan pendekatan deduktif. Sedangkan strategi discovery erat kaitannya dengan pendekatan induktif. Para pendidik cenderung lebih banyak menggunakan strategi ekspositori karena ditnjau dari pertimbangan waktu lebih hemat dan lebih mudah dikelola.
Reigeluth dan Merrill (1983) berpendapat bahwa pembelajaran sebaiknya didasarkan pada teori pembelajaran yang bersifat preskriptif, yaitu teori yang memberikan “resep” untuk mengatasi masalah belajar. Teori pembelajaran yang preskriptif itu harus memperhatikan tiga variable yaitu variable kondisi, metode dan hasil. Kerangka teori intruksional itu dapat digambarkan sebagai berikut :






Berdasarkan kerangka teori itu setiap metode pembelajaran harus mengandung rumusan pengorganisasian bahan pelajaran, strategi penyampaian, dan pengelolaan kegiatan dengan memperlihatkan faktor tujuan belajar, hambatan belajar, karakteristik siswa, agar diperoleh efektivitas, efisiensi dan daya tarik pembelajaran.
Strategi pembelajaran merupakan pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umumpembelajaran, yang diajabarkan dari pandangan falsafah atau teori belajar tertentu.
Teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu terdiri atas orang, pesan, bahan, alat, dan lingkungan agar tercapai tujuan belajar.
Pemilihan strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbangan seperti: (1) Tujuan belajar (jenis dan jenjangnya); (2) Isi ajaran (sifat, kedalaman, dan banyaknya); (3)  Pembelajar (latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan mental); (4) Tenaga kependidikan (jumlah, kualifikasi, dan kompetensinya); (5) Waktu (lama dan jadwalnya); (6) Sarana yang dapat dimanfaatkan; (7) Biaya. Setiap rumusan stategi pembelajaran mengandung sejumlah unsur atau komponen. Unsur-unsur yang lazim terdapat dalam rumusan strategi pembelajaran antara lain : (1) tujuan umum pembelajaran yang ingin dicapai; (2) teknik; (3) pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (4) peristiwa pembelajaran; (5) urutan belajar; (6) penilaian; (7) pengelolaan kegiatan belajar; (8) tempat; (9) waktu.
Dalam pembinaan efektifitas pembelajaran diperlukan pembelajaran efektif. Pebelajaran yang efektif adalah yang menghasilkan belajar  yang bermanfaat dan bertujuan bagi mahasiswa melalui pemakaian prosedur yang tepat. Menurut Wotruba and Wright menyimpulkan ada tujuh indikator yang menunjukan pembelajarn efektif antara lain : (1)  pengorganisasian kuliah dengan baik; (2)  komunikasi secara efektif; (3)  penguasaan dan antusiasme dalam mata kuliah; (4) sikap positif terhadap manusia; (5) pemberian ujian dan nilai yang adil; (6)  keluwesan dalam pendekatan pengajaran; (7) hasil belajar mahasiswa yang baik.
 Dalam menentukan suatu strategi secara menyeluruh bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah. Kegiatan ini akan berjalan secara baik apabila adanya feedback dari semua anggota yang terkait. Berdasarkan perkembangan paradigma terakhir ini, Teknologi Pendidikan kemudian disempitkan menjadi Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktik dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses dan sumber untuk belajar. Sudah dijelaskan bahwa teknologi pendidikan membantu memecahkan masalah belajar.
Masalah belajar ada yang bersifat makro dan mikro. Beberapa masalah mikro yang ada misalnya; (1) sulit mempelajari konsep yang abstrak; (2) Sulit membayangkan peristiwa yang telah lalu; (3) sulit mengamati sesuatu objek yang terlalu kecil/besar; (4) sulit memperoleh pengalaman langsung; (5) sulit memahami pelajaran yang diceramahkan; (6) sulit untuk memahami konsep yang rumit dan (7) terbatasnya waktu untuk belajar. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan berbagai kombinasi komponen sistem pembelajaran. Mmisalnya masalah pada butir 1-4 dapat diatasi dengan digunakannya media pembelajaran. Sedangkan pada butir 5-7 dapat diatasi dengan mengkombinasikan pesan dengan teknik pembelajaran tertentu. Dalam skla makro, yaitu meliputi seluruh sistem pendidikan terdapat masalah belajar seperti belum cukupnya kesempatan belajar yang merata pada SMP, terbatasnya kualitas pendidikan yang ditandai antara lain dengan rendahnya produktivitas belajar, belum sesuai dan sepadannya pendidikan sekolah dengan dunia sekitar khususnya dunia kerja, dan belum sesuainya dengan perkembangan iptek. Masalah tersebut diusahakan pemecahannya dengan mencipakan suatu sistem pembelajaran yang inovatif, hasil penciptaanya itu berupa antara lain SMP Terbuka dan Universitas Terbuka.
Teknologi tumbuh dan berkembang karena perkembangan dalam bidang pendidikan dan teknologi. Teknologi pendidikan menggabungkan pendekatan isomeristik yaitu menggabungkan dua struktur yang kompleks, pendidikan dan teknologi dalam suatu konsep yang terpadu. Persepktif teknologi pendidikan dapat dikaji dari tiga perspektif yaitu perspektif sebagai bidang garapan, perspektif sebagai bidang profesi, dan perspek sebagai bidang kajian.  Kecenderungan teknologi pendidikan sebagai garapan, paling sedikit meliputi tiga hal yaitu (1) tumbuh dan berkembagnya sistem pembelajaran inovatif; (2) penggunaan teknologi komunikasi dan informasi; dan (3) teknologi pembelajaran untuk PSDM. Kecenderungan teknologi sebagai profesi berkembang kearah: (1) peningkatan keahlian; (2) pengakuan keprofesian; (3) berkembangnya organisasi profesi. Sedangkan kecenderungan teknologi pendidikan sebagai bidang kajian melalui tiga pendekatan yaitu analitik, empirik dan teoretik.
Pendekatan analitk teknologi pendidikan menunjukan adanya sejulah rujukan yang merupakan ciri dan atau kemungkinan teknologi pendidikan. Pendekatan empiris teknologi pendidikan menunjukan berbagai kasus keberhasilan proses pembelajaran yang berfokus pada kepentingan peserta didika. Pendekatan teoritis teknologi pendidikan menunjukan kecenderungan perkembangan kearah suatu penajaman pengertian.


BAB VI
PERSPEKTIF TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

Perkembangan masyarakat akan membawa pengaruh terhadap perkembangan nilai, prinsip, dan prosedur dalam pendidikan. Ada beberapa kencederungan baru yang dijadikan dasar pertimbangan perlunya adanya usaha transformasi yaitu: (1) belajar menyelidik; (2) belajar mandiri; (3) belajar struktur bidang studi; (4) belajar mencapai penguasaan; (5) pendidikan untuk perkembangan kepribadian; (6) pendekatan sistem; (7) persebaran waktu; (8) persebaran tempat; (9) keanekaragaman sumber; (10) deferensiasi peranan; (11) Ekonomi pendidikan, dan (12) perkembangan teori dan prinsip.
Tantangan masa depan yang kita hadapi sekarang ini menuntut kita untuk berfikir dan bertindak dalam mempersiapkan sumber daya manusia baik termasuk dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, agar mampu eksis dan bersaing dalam pasaran global. Pendidikan merupakan suatu usaha terpenting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi persaingan bebas itu. Oleh karena itu, berbagai upaya pendidikan perlu dikembangkan dan dibina untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang memenuhi persyaratan global tersebut.
Salah satu bentuk upaya tersebut dengan menciptakan pendidikan alternatif. Secara umum berbagai bentuk pendidikan alternatif itu mempunyai tiga kesamaan, yaitu pendekatannya yang lebih bersifat individualis, memberikan perhatian lebih besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik, serta yang dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman. Menurut Jerry mintz, berbagai pendidikan alternatif itu dapat dikategorikan  dalam empat bentuk pengorganisasian yaitu: (1) sekolah publik pilihan; (2) sekolah/lembaga pendidikan publik untuk siswa bermasalah; (3) sekolah lembaga pendidikan swasta atau independen, dan (4) pendidikan di rumah.
Dasar pertimbangan dalam pendidikan alternatif meliputi tiga pertimbangan antara lain  yaitu : (1) apa hakikat gejala/objek itu (landasan ontologi); (2) bagaimana (asal, cara struktur dan lain-lain); (3) apa manfaat gejala/objek itu (landasan oksiologi). Pertimbangan ontologis pendidikan alternatif itu meliputi sejulah postulat sebagai berikut: (1) manusia dilahirkan dalam keadaan berbeda; (2) manusia mempunyai kemampuan untuk belajar dan mengembangkan diri; (3) manusia berkembag sesuai dengan potensi genetika dan lingkungan yang mempengaruhinya; (4) manusia mempunyai keluwesan dan kemampuan untuk mengubah serta membentuk kepribadiannya. Pertimbangan epistemologi pendidikan alternatif atau bagaimana pendidikan ini dapat diselenggarakan, dapat ditelusuri jauh ke belakang pada awal perkembangan kebudayaan manusia. Pada masa itu orang tua mendidik sendiri anak-anaknya sesuai dengan kebutuhan hidup dan lingkungan alam mereka, dengan cara memberikan pengalaman langsung. Sedangkan pertimbangan aksiologi atau asas manfaat pendidikan alternatif pertama-tama ditujukan kepada peserta didik/warga belajar, yaitu agar mereka dapat dimungkinkan mengikuti pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Bagi lembaga penyelenggara maupun masyarakat, pendidikan alternatif juga membawa manfaat misalnya: (1) dapat dipercepatnya usaha memenuhi kebutuhan masyarakat dan pasara kerja; (2) dapat menarik minat calon peserta yang banyak; (3) tidak terganggunya kegiatan kehidupan sehari-hari karena pola dan penjadwalan yang luwes; (4) harapan akan meningkatkan kerja sama dan dukungan pengguna lulusan.  
            Pendidikan alternatif di Indonesia mempunyai bentuk yang beragam. Kalau kita gunakan kategori Mintz, maka SLIP dan SLTP/SMP Terbuka merupakan sekolah publik. Kejar paket A dan B merupakan lembaga pendidikan publik untuk siswa/warga belajar bermasalah. Pesantren, Taman Siswa, Kayutanam dan Universitas Tikyan merupakan sekolah/lembaga pendidikan swasta nonkonvensional. Pendidikan alternatif merupakan unsur imperatif dalam masyarakat madani. Karena itu perlu terus dikembangkan dan dibina dalam usaha reformasi pembangunan pendidikan.
            Pembangunan pendidikan secara sistematik menurut Reigeluth merupakan perubahan yang bersifat menyeluruh. Perubahan dalam suatu aspek akan mempengaruhi aspek lain secara berantai. Perubahan itu harus meliputi semua kegiatan pendidikan, mulai dari kelas, sekolah, wilayah, sampai seluruh Negara.
            Usaha reformasi/transformasi pendidikan menurut Banathy harus dilakukan pertama-tama dengan menentukan prioritas mana yang akan digarap. Pada masyarakat yang menganut sistem pendidikan nasional yang memusat (sentralistik), prioritas biasanya diletakan pada lapis kelembagaan/pemerintah. Arah reformasi secara konseptual yaitu memberikan prioritas pada lapisan sistem pembelajaran atau lapis pengalaman belajar.
            Sikap ilmiah adalah sikap dalam mengusahakan dan menegakan kebenaran pengetahuan. Kebenaran itu sendiri dapat dibedakan dalam empat lapis. Lapis pertama, kebenaran yang diperoleh melalui pengindraan atau disebut juga kebenaran indriawi. Kebenaran ini berguna sekali dalam kehidupan sehari-hari. Dan tidak selalu diperoleh secara sadar. Lapis kedua, kebenaran yang diperoleh secara empirik, dilakukan dengan sadar serta diolah dengan cara atau sistematika tertentu. Kebenaran lapis ketiga, kebenaran yang diperoleh dengan jalan melakukan perenungan secara mendalam melampui batas pengalaman empirik. Kebenaran ini dicari secara sadar dengan objek yang ada maupun yang mungkin ada. Sama halnya dengan kebenaran ilmiah, kebenaran ini diperoleh dengan sadar, sengaja serta dengan cara sitematika tertentu. Kebenaran lapis keempat, kebenaran bersifat mutlak dan universal. Kebenaran ini diterima dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kehadiran teknologi telekomunikasi mempengaruhi perubahan paradigam pendidikan. Berbagai prediksi dan spekulasi telah dilakukan oleh para ahli yang bergabung dalam kelompok futuris. Abad 21 dikenal pula dengan sebutan era globalisasi atau era reformasi. Dalam proses globalisasi itu budaya yang kuat dan agresif akan mepengaruhi budaya yang lemah dan pasif. Dengan kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi, maka globalisasi sering pula diartikan sebagai gejala mengerutnya dunia (global shrinkage). Karena jarak jauh yang dapat ditempuh dalam waktu yang makin pendek, dan informasi dari segala penjuru dunia yang dapat diperoleh dalam waktu yang makin cepat. Teknologi informasi sebagai suatu produk dan proses. Sekarang ini telah berkembang dengan sangat pesat.
Pada 1972 Eric Ashby menyatakan telah terjadinya revolusi ke empat dalam bidang pendidikan. Revolusi pertama terjadi ketika orang tua menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang Guru. Revolusi kedua dengan digunakannya tulisan untuk keperluan pendidikan (batu, keramik, daun lontar), revolusi ketiga terjadi dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pendidikan dapat disajikan dalam bentuk buku. Revolusi ke empat terjadi dengan ditentukannya perangkat elektronik seperti radio dan televisi yang dapat digunakan untuk penyebaran pendidikan secara lebih luas dan cepat.
Adapun lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi, memiliki sejumlah pilihan alternatif untuk memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi seperti perpustakaan elektronik, surat elektronik, ensiklopedia, sistem distribusi bahan belajar secara elektronik (digital), tele-edukasi dan latihan jarak jauh dengan cyber system, pengelolaan sistem informasi, video teleconference.
Pada hakikatnya reformasi dalam kehidupan bermasyarkat, termasuk dalam pendidikan merupakan upaya memberdayakan masyarakat ke arah terbentuknya masyarakat madani. Reformasi pendidikan menuntut adanya cara berfikir dan bertindak yang berbeda dari apa yang telah ada, dengan mengadakan diagnosis secara menyeluruh atau perubahan paradigma dengan pendekatan yang sistematik. Perubahan paradigma ini memunculkan konsep-konsep baru seperti (1) belajar berbasis aneka sumber; (2) pengelolaan berbasis sekolah, dan (3) pola pembelajaran atau pendidikan alternatif.    
Partisipasi masyarakat tidak hanya berupa sumbangan dana dari anggota masyarakat bagi menyelenggarakan pendidikan. melainkan keterlibatkan masyarakat sejak awal mulai perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian.
             


0 comments:

Post a Comment